Pematangsiantar | Jenews.id
Soda Badak adalah brand lokal milik PT Pabrik Es Siantar. Perusahaan yang berada di Jl. Proklamasi tersebut terkenal namanya sesudah memproduksi beragam varian minuman soft drink yang dikemas dalam botol limun. Dua diantaranya ialah rasa sarsaparilla dan air berkarbonasi.
Bagi orang asal Siantar, Soda Badak yang sudah go nasional sejak dekade 70-an ini merupakan salah satu minuman top terfavorit. Bahkan kalau dicari, banyak juga toko di kota besar seperti Medan dan Bandung yang selalu sedia stok. Maklum, peminat fanatiknya yang berlokasi di lintas daerah cukup tinggi.
Kalau tim Pariwisata Sumut ditanya apa manfaat minuman yang dibubuhi Cap Badak ini. Singkat aja kok jawabnya, yaitu untuk mengenakkan tenggorokan sehabis makan pedas. Pas airnya diteguk, mulut semacam dipenuhi cairan gelembung padat berisi CO2. Sama kek andaliman, rasanya agak menggigit.
Sangking istimewanya, Pabrik Es Siantar nggak butuh iklan untuk mempopulerkan cap badaknya supaya dikenal orang pada masanya. Selain itu, masih ada beberapa fakta menarik soal minuman asal siantar ini yang perlu diketahui, lho!
Tapi sebelumnya, tenggorokan kalian sudah pernah disiram pakai Soda Cap Badak Siantar, belum? Nanti habis nyimak ulasan ini, langsung ajalah beli online atau pergi ke tempat makan di Medan. Tapi tanya dulu, mereka jual apa enggak. Nggak berat mengeluarkan dompet untuk membayar harga per botolnya yang hanya dibanderol Rp6.000-an.
Sejarah Soda Badak Siantar
Kalau dibongkar, nggak semua merek minuman legend punya asal-usul. Tapi beda dengan soft drink-nya Siantar ini. Pasti agak penasaran soal sejarah Soda Badak, kan?
Konon, kedatangan Heinrich Surbeck dari Swiss ke Pematang Siantar lah yang mengawali terbentuknya PT Pabrik Es Siantar. Ia memulai bisnisnya tahun 1916 dengan nama perusahaan NV Ijs Fabriek yang selama 4 tahun berturut-turut fokus memproduksi es batangan. Pada masa didirikan, kolonial Belanda sedang berkuasa di Tanah Air.
Permintaan es batangan yang tinggi membuat NV Ijs Fabriek menjadi perusahan besar. Laiknya pebisnis yang pandai melihat peluang, Heinrich Surbeck pun tertarik untuk membuat minuman berkarbonat. Sebagai seorang pengusaha dengan latar belakang ahli kimia, tentu tak sulit baginya menciptakan minuman bersoda (sparkling water).
Minuman olahan berbahan dasar air 100 mg, carbon dioxide (CO2) 80 mg, garam 5 gram, sodium 5 mg dan sulfat 20 mg yang mulai diproduksi massal mulai tahun 1920 tersebut laku pesat. Per tahun, perusahaan mampu menjual 480.000 krat. Yap, waktu ini saingan bisnis kuliner memang tak seramai sekarang. Apalagi PT Pabrik Es ini adalah perusahaan air soda pertama di Indonesia.
Semasa mudanya, Heinrich Surbeck, pendiri dari NV Ijs Fabriek yang sekarang menjadi PT Pabrik Es Siantar adalah seorang petualang, ia diketahui gemar berpetualang ke alam. Hal itu merupakan salah satu alasan mengapa minuman buatannya diberi gambar Badak.
Persaingan dan Alih Kepemilikan
Minuman bermerek “Badak” ini tak lepas dari masalah eksternal. Seperti dikatakan Elman Tanjung yang dikutip dari Kompas.com, hal itu terjadi ketika Jepang mengambil alih kekuasaan Belanda. Heinrich Surbeck, pria kelahiran Halau yang telah berkeluarga di Siantar mengalami nasib menyedihkan. Ia berpulang karena memanasnya konflik antara Belanda dan rakyat setempat.
Lydia Rosa yang merupakan anak Heinrich Surbeck, meneruskan usaha ayahnya setelah kemerdekaan NKRI. Bersama sang suami, mereka pun mempertahankan kejayaan minuman Badak. Namun, mereka juga tak lama tinggal di Indonesia karena gaung isu nasionalisme.
Setelah Lydia Rosa pindah ke negara asalnya Swiss tahun 1964. Perusahaan dan seluruh asetnya kemudian beralih kepemilikan. Dijual kepada pengusaha Batak, Julianus Hutabarat di tahun 1969 hingga sekarang.
Tahun 70-an sampai 80-an, perusahaan pun makin giat bikin produk minuman limun baru. Mau rasa apa? Dari yang varian sarsaparilla, kopi hitam, nenas, jeruk sampai anggur, semua ada! Kata penggemar Soda Batak, dulunya itu ada 8 varian. Mungkin jaman baholak, orang-orang sudah mulai hobi kulineran atau sering dijadikan bekal sewaktu liburan.
Masa Keemasan
Soda Badak Siantar menjadi minuman paling laris sebelum era 90-an. Masa keemasannya berlangsung tahun 1970-1980. Di mana minuman botol tersebut berhasil merajai pasar sesaat sebelum perusahaan luar seperti Coca-cola dan Pepsi ikut merebut konsumen Tanah Air.
Tak hanya karena sengitnya pesaing. Kemunduran minuman Badak juga tergerus oleh isu akan pengaruh air soda terhadap kesehatan. PT Pabrik Es Siantar yang juga diketahui mengelola beberapa unit hotel di Siantar ini pun terpaksa mengurangi varian minuman Cap Badak. Sekarangnya, yang beredar di pasaran memang hanya ada dua saja.
Tetapi bagaimana pun itu, Soda Batak tetap memiliki penggemar sejati. Meski sekarang pembeli agak susah payah mencarinya, terutama mereka yang berada di luar kota Medan dan Pematangsiantar.