Banda Aceh | Jenews.id
Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyoroti kinerja Pemerintah Aceh terkait pembangunan dan ekonomi 2020. DPR Aceh menilai indikator ekonomi makro Aceh masih di bawah rata-rata nasional, terutama masalah kemiskinan.
Ketua Pansus LKPJ Gubernur Aceh, Sulaiman mengatakan, ada empat rekomendasi dan catatan yang disampaikan ke Pemerintah Aceh.
Yaitu kinerja ekonomi makro Aceh, pengelolaan keuangan Aceh, penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan SKPA, serta pelaksanaan tugas pembantuan dan penugasan.
Secara umum, ujar Sulaiman, penilaian kinerja pembangunan dan ekonomi makro Aceh tahun 2020 patut disayangkan. Karena berdasarkan data statistik, secara umum capaian indikator ekonomi makro Aceh masih di bawah rata-rata nasional.
Antara lain angka kemiskinan Aceh berada pada level yang terendah di Pulau Sumatera dan urutan ke 6 di tingkat nasional.
“Jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 (sebelum terjadi pandemi Covid-19) di Aceh yaitu sebanyak 814 ribu orang atau setara 14,99%. Bertambah sebanyak 5 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan September 2019 yang jumlahnya 809 ribu orang atau setara 15,01%,” papar Sulaiman dalam rapat paripurna di gedung DPR Aceh, Senin (7/6).
Dituturkan Sulaiman, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2019, direncanakan target kemiskinan sebesar 14,43%. Namun yang terjadi angka kemiskinan Aceh meningkat menjadi 15,01%. Hal ini menunjukkan angka kemiskinan di Aceh tidak mampu mencapai target yaitu selisih sebesar 0,58%.
Sementara data keadaan kemiskinan Aceh terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2020, menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Aceh justru semakin bertambah menjadi 814 ribu orang, sekalipun secara persentase mengalami penurunan, yaitu 14,99%.
“Data tersebut menunjukkan pertambahan penduduk miskin sebanyak 5 ribu jiwa dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2019 yang jumlahnya 809 ribu atau setara 15,01%,” jelas Sulaiman.
Kondisi tersebut, lanjut Sulaiman, hanya mampu menempatkan Aceh di posisi kedua setelah Provinsi Bengkulu, sebagai provinsi termiskin se-Sumatera. Lebih lanjut, pada September 2020 Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, penduduk miskin di Aceh berjumlah 833 ribu atau 15,43% dari total penduduknya.
“Jumlah kemiskinan di Aceh naik dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 15.01%, posisi Aceh menjadi termiskin di Pulau Sumatera,” Ujarnya.
Bila dikaji secara mendalam, Aceh sebenarnya mendapatkan dana Otsus sejak 2008. Sayangnya, Aceh justru berpredikat sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Pulau Sumatera dan menjadi nomor 6 di Indonesia setelah Provinsi Gorontalo, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat dan Papua yang semuanya berada di Indonesia bagian timur.
“Fakta ini jelas sangat memalukan Aceh sebagai sebuah Provinsi dengan sumberdaya anggaran yang begitu besar. Capaian buruk ini, tentu tidak bisa dibiarkan, untuk kemudian patut disebut sebagai akibat yang timbul dari buruknya tata kelola birokrasi Pemerintah Aceh sehingga berujung pada buruk pula tata kelola penganggaran dan realisasinya,” tegas Sulaiman.
Sulaiman menjelaskan, ribuan lembar kertas berisi keterangan dan penjelasan anggaran yang dijabarkan sedemikian rapinya, ternyata tidak menyentuh rakyat Aceh yang dihimpit beban kemiskinan.
“Atas dasar temuan masalah ini, maka DPR Aceh meminta kepada saudara Gubernur Aceh perlu memperhatikan bagaimana tata kelola anggaran beserta segenap potensi daerah dikelola dengan efektif dan efisien sehingga berdampak pada pengurangan jumlah penduduk miskin di Aceh,” pungkasnya (rls/Ong)