Perekonomian dunia terdampak sangat luar biasa akibat pandemi virus Corona (Covid-19).
Bahkan mengalami kesulitan beraktivitas akibat mewabahnya virus yang pertama kali muncul di Wuhan, China, tersebut.
Namun, disisi lain ada sektor yang ternyata mendulang untung besar selama pandemi.
Bersama bidang kesehatan dan pangan, sektor informasi dan teknologi termasuk yang relatif aman dari pandemi virus Corona.
Salah satu pihak di bidang informasi dan teknologi yang naik daun selama Covid-19, adalah aplikasi tatap muka online yang marak digunkanan semalam banyak masyarakat berdiam dirumah.
Salah satu yang paling populer adalah perusahaan video komunikasi asal Amerika Serikat, Zoom menjadi aplikasi yang jamak digunakan.
Aplikasi video conference ini menjadi andalan untuk memfasilitasi pekerjaan, kegiatan belajar mengajar dan banyak hal.
Lalu, siapakan otak dibalik keberadaan Zoom yang naik daun ini?
Ia adalalah Eric Yuan, CEO sekaligus inventor aplikasi Zoom
Saat ini, pria yang berusia 50 tahun ini memegang sekitar 22 persen saham Zoom Video Communications Inc., perusahaan yang ia dirikan
Eric Yuan merupakan warga Amerika Serikat yang lahir dan dibesarkan di wilayah Provinsi Shandong, China.
Ia merupakan lulusan dari Universitas Shandong
Di sana, ia banyak mempelajari matematika dan ilmu komputer.
Sejak muda, Yuan selalu terkendala dengan jarak.
Semasa muda, ia harus naik kereta selama 10 jam untuk menemui kekasihnya.
Kendala jarak ini tak hanya dialami saat menjalin percintaan.
Kendala ini justru membuat Yuan semakin tekun dan berbuah manis seperti sekarang.
Yuan punya ambisi, ia ingin bekerja di Silicon Valley.
Namun, ia terkendala permohonan visa untuk dapat bekerja di sana dan Eric Yuan pun masih belum terlalu fasih alias gagap berbahasa Inggris waktu itu.
Butuh waktu hampir dua tahun dan sembilan kali permohonan agar ia bisa masuk dan bekerja di Amerika Serikat.
Ia kemudian diterima dan bekerja di Webex.
Pada akhir 1990-an, teknologi semakin berkembang pesat dan teknologi video conference yang awalnya hanya ada di cerita fiksi sains, semakin menjadi kenyataan.
Webex adalah salah satu perysahaan yang bergerak di bidang tersebut.
Yuan menjadi salah satu dari 10 insinyur yang bergabung dengan Webex pada tahun 1997.
Satu dekade kemudian, Webex Diakuisisi Cisco dan Eric Yuan menjadi salah satu wakil presiden di sana dan mengelola lebih dari 800 pegawai.
Di sinilah Yuan menemukan jalannya untuk membangun Zoom sampai sekarang.
Pengaruh iPhone Pada 2007 silam, saat Cisco mengakuisisi Webex, Apple untuk pertama kalinya memperkenalkan iPhone.
Yuan, dengan jeli melihat bahwa lahirnya iPhone akan menjadi sebuah peluang besar.
Ia meyakini bahwa perusahaan, akan membutuhkan sebuah produk atau aplikasi yang dapat berfungsi di dalam sebuah ponsel, bukan hanya PC.
Setelah Zoom lahir, ia harus mencari klien yang mau menggunakan aplikasi tersebut.
Dengan cara persuasif, ia menghubungi setiap perusahaan yang mulai mempertimbangkan untuk menggunakan Zoom.
Namun tak jarang usahanya sia-sia.
Sebenarnya, nilai jual utama Zoom adalah sifatnya yang “netral”.
Dia tidak terikat dengan platform tertentu, seperti FaceTime milik Apple, Hangouts milik Google, atau Skype milik Microsoft.
Bahkan, siapa pun bisa menggunakan Zoom meski ia tak memiliki akun.
Cukup dengan mengklik tautan yang diberikan oleh “host”, semua orang dapat bergabung dalam sebuah video conference.
Belakangan, nilai jual ini justru menjadi bumerang bagi Zoom.
Banyak orang yang tak dikenal dapat masuk dengan leluasa dan mengganggu jalannya rapat. Gangguan tersebut kemudian dikenal dengan istilah “Zoombombing”.
Popularitas Zoom yang kian meroket
Dirangkum dari pemberitaan Bloomberg, popularitas Zoom mulai menanjak saat pandemi Covid-19.
Meski tak sedikit pihak yang menentang penggunaan Zoom karena dinilai tidak aman.
Zoom terus berupaya memperbaiki sisi keamanannnya.
Baru-baru ini, Zoom menambahkan fitur enkripsi keamanan di platform-nya.
Namun, fitur keamanan enkripsi end-to-end di layanan konferensi video, Zoom hanya akan diberikan bagi pengguna Premium atau yang pelanggan yang membayar saja.
Zoom membatasi ketersediaan standar keamanan tersebut hanya untuk pelanggan berbayar, dengan tujuan untuk mencegah penyalahgunaan aplikasi.
Eric Yuan pun membeberkan alasan di balik kebijakan tersebut.
Yuan mengatakan bahwa kebijakan ini didasari dengan keinginan Zoom untuk bekerja sama dengan pihak penegak hukum.
“Kami tidak memberikan fitur keamanan itu kepada pengguna gratisan, karena kami ingin bekerja sama dengan FBI dan penegak hukum apabila terdapat penyalahgunaan aplikasi Zoom,” kata Yuan dalam sebuah pernyataan.
Yuan pun mengaku tak pernah mengira Zoom menjadi infrastruktur yang paling dibutuhkan sejak awal pandemi Covid-19 hingga era new normal saat ini.
Berdasarkan trafik perusahaannya, pengguna aplikasi Zoom terus meningkat setiap hari.
Pada Desember 2019, jumlah penggunanya hanya mencapai 10 juta.
Kemudian pengguna Zoom semakin meningkat hingga mencapai 200 juta pengguna.
Peningkatan yang signifikan itu tidak pernah dibayangkan oleh Yuan.
Yuan sebelumnya hanya membayangkan aplikasi Zoom sebagai aplikasi konferensi video biasa yang bisa menjadi pilihan dari beberapa aplikasi semacamnya.
Karena itu, Yuan mulai tidak cukup tidur, dia hanya bisa tidur selama tiga sampai empat jam setiap harinya.
Setiap bangun tidur, Yuan langsung melanjutkan kerjanya dan memastikan server Zoom tidak kewalahan karena jumlah penggunanya yang membludak.
“Saya tidak pernah berpikir bahwa dalam semalam seluruh dunia akan menggunakan Zoom,” kata Eric Yuan.
Zoom yang ketiban durian runtuh di masa pandemi
Pandemi virus corona benar-benar memberikan berkah buat Zoom Video Communications Inc.
Aktivitas bekerja dari rumah (work from home) membuat selama pandemi Covid-19 membuat pamor Zoom melonjak signifikan.
Khusus di Indonesia, nge-zoom juga tenar pada lebaran Idul Fitri lantaran digunakan sebagai platform untuk bersilaturahmi.
Besarnya minat pengguna Zoom terlihat dari lonjakan pengguna Zoom pada kuartal I tahun fiskal 2021.
Nah, pada periode tersebut, jumlah pengguna Zoom mencapai 265.400 pelanggan yang memiliki lebih dari 10 karyawan.
Jumlah pengguna tersebut melonjak 354% dibanding periode yang sama pada tahun fiskal sebelumnya.
Tolak ukur lainnya, tengok saja ranking Zoom di Alexa secara global, yang terbang dari posisi 276 pada 4 Maret 2020 ke peringkat 21 per 1 Juni 2020.
Kenaikan jumlah pengguna seiring sejalan dengan pertumbuhan kinerja keuangan Zoom.
Merujuk rilis resmi Zoom pada 2 Juni 2020, pada kuartal I tahun fiskal 2021 total pendapatan Zoom melonjak 169% menjadi US$ 328,2 juta.
Laba bersihnya melejit dari 0,2 juta pada kuartal I tahun fiskal 2020 menjadi US$ 27 juta pada kuartal I tahun fiskal 2021.
Oh ya, tahun fiskal yang digunakan Zoom berakhir per 31 Januari.
Strategi efisiensi upah ikut mendorong kenaikan margin laba yang dihasilkan Zoom.
Per 31 Januari 2020, Zoom memiliki 2.532 karyawan. Sebanyak 1.396 karyawan beroperasi di AS dan 700 diantaranya ditempatkan di China.
China menjadi basis operasi bagi tim pengembangan produk Zoom.
Nah, upah karyawan Zoom di China hanya sepertiga dari upah karyawan Zoom yang bekerja di AS.
Meski popularitasnya baru mendunia seiring pandemi Corona, Zoom sejatinya sudah menapaki tangga kesuksesan sebelum Covid-19 menjadi pandemi.
Didirikan oleh imigran asal China, Eric Yuan pada 2011 silam, platform Zoom dirilis pada 2013.
Sebelum mendirikan Zoom, Eric Yuan bekerja di Cisco System sebagai Vice President of Engineering.
Eric Yuan memutuskan mendirikan perusahaan sendiri setelah manajemen Cisco menolak idenya untuk mengembangkan sistem konferensi video yang bisa digunakan di smartphone.