Pematangsiantar | jenews.id
Surat Edaran yang diberikan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Nomor :973/3360/VII/2020 perihal Pembayaran Piutang Pajak Daerah kepada Wiji Astuti (52) sebagai pelaku usaha di Jalan Sangnawaluh, Kelurahan Siopat Suhu, Siantar Timur, mengeluh dan meminta pengujian kembali Peraturan Walikota (Perwa) Kota Pematangsiantar Nomor 3 Tahun 2016.
Perwa tersebut berisi tentang petunjuk teknis pelaksanaan pemungutan pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan dan pajak parkir. Dalam pasal 6 huruf (e) restoran yang beromzet dibawah Rp 5 juta per bulan tidak dikenakan pajak. Aturan ini disahkan oleh Pj Walikota Siantar Jumsadi Damanik pada 3 Februari 2016.
Astuti menyebutkan, keberatan lantaran usaha warung bakso miliknya disebut restoran. Menurutnya usaha tersebut lebih tepat disebut usaha kecil menengah (UKM). “Bagaimana dasar pertimbangan kalau warung bakso disebut restoran. Kalau hanya berlandaskan omzet Rp 5 juta perbulan sama halnya dengan penjual paket pun kelas yang sama,” ujar Astuti saat ditemui di warungnya, Selasa (15/09)
Selain itu, penetapan pajak kategori restoran tidak sesuai dengan laba perbulannya yang dihasilkan selama berjualan, Kata Astuti, pengalihan kategori usaha miliknya tidak disosialisasikan terlebih dahulu. Ia memandang hal itu bertentangan dengan etika kemitraan antara pemerintah dengan pelaku usaha.
“Kondisi ini jelas memberatkan pelaku usaha di masa Pandemi Covid-19. Coba dilihat sekarang ini usaha lesu. Kita mau bayar pajak tapi harus real supaya tidak hancur usaha. Harus jelas, warung kok jadi restoran,” ujarnya.
Astuti mengaku, terpaksa menunggak pajak restoran hingga Rp 16.372.000 sejak tahun 2015 akibat kurangnya sosialisasi dari BPKD Siantar. Ia berharap, BPKD membantu dalam memberikan relaksasi denda dan pajak akibat Pandemi Covid-19.
“Saya berharap, Walikota Siantar Hefriansyah merevisi Perwako lama itu. Dan kami pelaku usaha ini diberikan keringanan beban pajak karena usaha pun lagi sepi,” ujarnya.
Kepala Bidang Pendapatan Subrata Lumban Tobing mengatakan, pihaknya menjalankan klasifikasi ketentuan pajak restoran bersadarkan Perwako Nomor 03 Tahun 2016. Menurutnya, aturan tersebut sudah baku dan dilaksanakan untuk meningkatkan target pendapatan daerah.
“Kategori itu disesuaikan dengan kapasitas pendapatannya kalau diatas Rp 5 juta dikenakan pajak rata rata Rp 200 ribu per bulan. Khusus untuk ibu Astuti kami sudah layangkan surat pajak tertunggak tapi belum realisasi,” ujar Subrata ditemui jenews.id di Kantor BPKD.
Ia mengaku, polemik pajak restoran kerap diperdebatkan oleh pelaku usaha. Subrata mengatakan, pihaknya telah mengirimkan tiga nama pelaku usaha restoran yang membandel membayar pajak restoran ke Kejaksaan Negeri Siantar.
“Kami sudah kirim 3 nama itu lagi diproses Kejaksaan. Jadi aturan sudah ada kami hanya ikuti aturan Perwako Siantar ini,” ujarnya. (remon)