Pematangsiantar l Jenews.id, Delapan anggotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dari Daerah Pemilihan (Dapil) 10 menolak secara tegas rencana konversi lahan perkebunan teh menjadi kelapa sawit PTPN IV di Kabupaten Simalungun.
Persoalan konversi lahan menjadi tranding topic di Kabupaten Simalungun, secara khususnya di Kecamatan Pematang Sidamanik dan Kecamatan Sidamanik yang memang sejak dulu kasawan perkebunan teh.
Hal itu menjadi perhatian khusus, yang mewarnai kunjungan kerja ke-8 anggota DPRD Sumut dari Dapil 10 meliputi Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun.
Mereka diantaranya, Mangapul Purba, Gusmiyadi, Rony Renaldo Situmorang, Timbul Jaya Sibarani, Dharma Putra Rangkuti, Frangky Partogi Wijaya Sirait, Hefriansyah dan Dasa Marolop Sinaga. Mereka merespon banyak aspirasi yang muncul seminggu terakhir.
Mangapul mengemukakan, polemik atas konversi teh ke komoditi kelapa sawit, ini sesungguhnya pernah di advokasi oleh anggota DPRD Dapil 10 Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar pada tahun 2022.
“Saat itu, puncaknya pihak PTPN telah dilibatkan dalam diskusi bersama Kementerian BUMN atas inisiatif dari DPRD yang melakukan kunjungan kerja ke Jakarta. Di sana, telah disepakati bahwa tidak akan ada konversi lahan lagi, di luar dari areal yang selama ini telah dikerjakan sebagai lahan sawit di kawasan Kecamatan Sidamanik. Karena, ini merupakan potensi sejarah dan agro wisata yang strategis untuk Kabupaten Simalungun,” kata Mangapul Purba melalui rilis yang diterima Jenews.id, Kamis (10/7).
Menurutnya, manajemen perkebunan juga seharusnya benar-benar peka terhadap penolakan konversi lahan perkebunan teh menjadi kelapa sawit di dua kecamatan tersebut. “Bahwa harusnya, manajemen kebun memiliki kepekaan terhadap penolakan. Jangan jadi “Belanda Hitam” di Kabupaten Simalungun, jangan lagi mengulangi persoalan yang dulu sudah memunculkan persoalan yang kompleks,” pungkas Mangapul.
Rony Situmorang juga menimpali, kerusakan lingkungan dan ancaman banjir yang selama ini dikhawatirkan masyarakat, harus menjadi pertimbangan untuk menghentikan rencana konversi lahan perkebunan teh di Sidamanik.
Gusmiyadi yang kala itu sebagai Sekretaris Komisi B DPRD Sumut menambahkan, hasil rapat di Jakarta saat itu, sesungguhnya telah menjadi pedoman bagi Komisi B DPRD Sumut, untuk turut memberikan penjelasan kepada masyarakat, dan itu berhasil menurunkan tensi pergerakan dalam menolak konversi di Kecamatan Sidamanik dan Pamatang Sidamanik.
Selain persoalan konversi, rombongan anggota DPRD dari Dapil 10 juga menyimpulkan tentang pentingnya perawatan jalan milik provinsi yang ada di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun sesuai dengan kebutuhan.
Diperkirakan untuk menjaga kualitas jalan tersebut dibutuhkan anggaran sekitar 7.000.000.000 per tahun sehingga masyarakat dapat dengan nyaman untuk menggunakan jalan jalan provinsi yang ada di Dapil ini.
“Selain jalan yang tidak kalah urgent untuk diperhatikan oleh dinas terkait adalah perawatan pohon pohon yang ada di pinggiran jalan yang setidaknya dalam kurun waktu enam bulan belakangan ini saja sudah berimbas pada timbulnya korban kecelakaan dikawasan jalan asahan,” kata Timbul Jaya Sibarani menambahkan.
Untuk menyelesaikan permasalahan ancaman pohon-pohon di pinggir jalan Asahan, Timbul Jaya menyarankan agar seluruh stakeholder melakukan koordinasi menyeluruh. Pihak nagori, kecamatan, berkolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama PUPR Sumatera Utara untuk melakukan upaya yang berpotensi mencelakai pengguna jalan di lintasan jalan Asahan.
Selain itu pada kunjungan Dapil ini anggota DPRD Sumut juga mendorong pentingnya untuk menyelesaikan polemik sewa lahan di SMA Negeri 5 Pematangsiantar, optimalisasi lahan dan fasilitas yang ada dikawasan SMAN 4 Pematangsiantar dan pentingnya penyempurnaan fasilitas penginapan di Balai Latihan Kerja yang terdapat di kawasan rambung merah, kecamatan Pematangsiantar di Kabupaten Simalungun. (Rel/boang)